Widgets

Tips Berhubungan Intim Suami Istri dalam Budaya Bugis, Sangat Menarik

,

Apakah Anda pernah mendengar Kamasutra yang memuat tentang berbagai posisi dalam berhubungan intim? Atau apakah Anda juga pernah dengar atau baca  kitab Centini dari keraton Jawa yang pada beberapa bagiannya memuat juga tentang tips dan etika dalam berhubungan seks?
Jika Anda pernah ata belum membaca, ternyata dalam budaya suku Bugis juga mengelaborasi perihal tips dan etika berhubungan intim itu. Di suku Bugis, ada sebuah manuskrip kuno atau yang lazim disebut dengan lontara dari Bugis, yakni Assikalaibineng yang membahas teknik dan etika berhubungan intim suami istri.

Manuskrip kuno yang berisi tentang perpaduan seksualitas budaya bugis dengan etika Islam ini pada awalnya merupakan ilmu atau ajaran yang terbilang rahasia dan hanya diajarkan pada perkumpulan-perkumpulan tertentu seperti dalam perkumpulan tarekat dan sebagainya. Tetapi, kini sudah diterbitkan jadi buku dan dapat dimiliki secara bebas.

Manuskrip ini terbagi dalam beberapa bab yang pada tiap-tiap babnya mengupas antara lain tentang potensi ejakulasi dini, faktor kejiwaan yang mendorong seseorang untuk melakukan hubungan seksual, dan tips and triks seputar seksualitas seperti waktu yang baik untuk berhubungan intim. Ada juga tips memanjakan pasangan selepas berhubungan intim, cara mudah merawat dan mengencangkan organ tubuh dengan memanfaatkan air mani yang keluar selepas berhubungan intim, pijat dan urut, mantra-mantra, dan sebagainya.

Assikalaibineng secara harfiah berarti cara berhubungan suami istri. Ajaran Kitab Persetubuhan Bugis ini kental dengan ajaran Islam, yang diawali dengan pengetahuan tentang mandi, berwudlu, shalat sunah dan tafakur bersama sebagai prasyarat nikah batin, sebelum akhirnya menanjak ke tahapan lelaku badaniah, seperti bercumbu, penetrasi dan segala yang harus dilakukan setelah berhubungan intim.

Seperti juga dalam Kamasutra, dalam Assikalaibineng ini pun mengenal istilah foreplay atau pemanasan sebelum penetrasi. Dalam Assikalaibineng untuk foreplay mengenal dua istilah yakni makkarawa (meraba) dan manyyonyo (mencium). Dua kegiatan yang dilakukan oleh tangan dan mulut dalam foreplay ini adalah dengan mengeksporasi zona-zona erotis yang terdapat dalam tubuh wanita, yakni pada 12 titik rangsangan yang di antaranya adalah meraba lengan sebagai titik rabaan pertama sebelum akhirnya meningkat pada titik rabaan berikutnya seperti pele lima (telapak tangan), sadang (dagu), edda’ (pangkal leher), dan cekkong (tengkuk) adalah sejumlah titik yang dalam buku ini direkomendasikan di-karawa dan dinyoyyo di tahap awal foreplay.

Setelah bagian badan tubuh, mulailah masuk di sekitar muka. Titik rawan istri di bagian ini disebutkan; buwung (ubun-ubun), dacculing (daun telinga), lawa enning (perantara kening dia atas hidung), lalu inge (bagian depan hidung). Di titik ini juga disebutkan, tahapan di bagian badan sebelum penetrasi langsung adalah pangolo (buah dada) dan posi (pusar). Dan semuanya perlu dilakukan dengan tenang dan tahan nafas dalam mengatur irama.

Kadang-kadang seorang suami ketika berhubungan intim biasanya lebih berfokus untuk mencapai titik klimaks dan akhirnya memungkinkan untuk ejakulasi dini, maka ajaran berdzikir dalam Islam (tentu saja dalam hati) ketika dalam bersenggama menjadi terasa masuk akal, karena setidaknya dengan tidak melulu berfokus pada keadaan mencapai titik puncak menjadikan sebuah hubungan badan lebih panjang dan dengan sendirinya kepuasan sang istri pun bisa dicapai.
Lantas bagaimana cara untuk membangunkan seorang istri ketika sang suami sedang ingin menyalurkan libidonya sementara sang istri sudah pulas, mengingat adakalanya jadwal tidur antara suami dan istri terdapat perbedaan?

Dalam kitab ini diajarkan bahwa bila suami sedang ingin berhubungan, maka sebaiknya suami memberi isyarat dengan cara mengangkat tangan kirinya dan kemudian menghembuskan nafas dari hidung. Jika nafas yang keluar dari lubang hidung kanan lebih kuat berhembus, maka pertanda kejantanan yang bangkit.
Namun jika hembusan dari lubang kiri lebih kuat, maka sebaiknya sang suami menunda lebih dulu “Dalam keyakinan kebatinan Bugis, nafas hidung yang lemah dan kuat berkaitan langsung dengan ilmu kelaki-lakian atau kejantanan seorang pria”.

Seperti yang dikemukakan di atas bahwa, mengatur hembusan nafas ketika berhubungan intim sangatlah penting, karena di samping agar tak terlalu fokus pada pencapaian orgasme diri sendiri, juga agar gerakan dalam berhubungan intim pun tidak menjadi sedemikian vulgar. 
Dan seperti yang tercantum di awal tulisan, kitab ini pun menerangkan tentang waktu yang baik untuk berhubungan intim berikut manfaat-manfaatnya jika hal ini dikerjakan.

Menurut kitab ini tak semua waktu bagus untuk berhubungan intim. Ada waktu-waktu khusus yang harus diperhatikan jika ingin memiliki anak yang diinginkan, dari mulai warna kulit anak, faktor kecerdasan anak yang kelak dilahirkan dan sebagainya tergantung dari pada jam atau waktu kapan Anda melakukan hubungan intim.

Misalnya untuk mendapatkan anak dengan warna kulit tertentu, kitab ini menyebutkan bahwa jika ingin memiliki anak berkulit putih maka persetubuhan harus dilakukan sesudah Isya, untuk anak dengan warna kulit gelap, persetubuhan dilakukan pada tengah malam, dan untuk anak dengan warna kulit kemerah-merahan dilakukan persetubuhan antara waktu Isya dan atau pas tengah malam.
Sedangkan untuk anak berkulit putih bercahaya, bersetubuhan dilakukan dengan memperkirakan berakhirnya masa terbit fajar di pagi hari. Atau lebih tepatnya dilakukan usai solat subuh bagi yang Muslim.

Untuk zaman sekarang, mungkin aturan ini akan terdengar lucu di telinga kita, karena di samping belum dapat dibuktikan secara ilmiah, aturan-aturan bersetubuh pada jam-jam tertentu ini menjadikan seks bukan lagi sebagai rekreasi yang dapat dilakukan kapan pun kita membutuhkannya, tapi lebih kepada pro-kreasi atau kebutuhan membelah diri yang adakalanya mengesampingkan unsur dasar dari seks itu sendiri sebagai suatu aktivitas badani.

Kemudian, pada bab berikutnya kitab ini membahas tentang tips atau tepatnya treatmen bagi para suami untuk menjaga kebugaran dan kelangsingan tubuh pasangannya. Untuk melangsingkan dan menghaluskan kulit istrinya, kitab ini mengajarkan tentang pijitan setelah berhubungan, pun begitu untuk menghaluskan kulit istrinya, sang suami dapat memanfaatkan ‘air mani’ sisa yang biasanya meleler di bagian luar babang urapa’ (vagina) istri dan kalamummu (zakar) pihak suami dan sejumlah mantra bugis-Arab.

Untuk tahapan berikutnya, sehabis berhubungan, kita bisa memanfaatkan air mani dari liang fajri yang telah bercampur dengan cairan perempuan. Kemudian letakkan di telapak tangan dan campurlah dengan sedikit air liur, dan sambil membaca dengan lafalan bugis, “waddu waddi, mani-manikang”.
Air mani basuhan ini bisa dipijitkan ke 12 titik zona erotis istri agar tidak kendur dan tetap sensitif menerima rangsangan, atau juga dengan cara memiji-mijitnya disekitar tulang kering di ujung bawah jari kelingking, agar tubuh sang istri senantiasa lansing dan tentu saja singset.

0 comments to “Tips Berhubungan Intim Suami Istri dalam Budaya Bugis, Sangat Menarik”

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

17ten Info Copyright © 2011 | >